16 Mei 2008

Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS

Jadwal Perjalanan

selalu kaukirim nama-nama baru. perangai lain dengan cara goda lain pula. sebuah

tiket pesawat, uang saku, nomor kamar penginapan—juga jam kencan—tertulis

dalam jadwal perjalananmu. tak lupa uang tunai untuk jajan dan membeli

buah tangan.

beberapa hari, sepanjang liburan, pesan dia. kau sangat menginginkan

perjalanan ini. mengunjungi kota yang selama ini hanya dalam anganmu. dan

selembar alamat, juga nomor telepon di dompetmu. “aku akan datang dengan

lipstik paling wangi,” katamu setelah jam keberangkatan tak lama lagi. tapi kau

lupa pada kawan lama yang mengenalkanmu dengan dia; “dia manager, kekayaannya seloker,” janji temanmu, dan kau sumringah.

tak ada lagi kartu nama yang lama. bahkan kau sudah lupa pada namanya. “yang

kuingat dia hanya pendengkur, dan saat bersama-sama dia pencemburu sekali,” ujarmu.

“itu sebabnya kau ingin meninggalkan dia?” temanmu menggoda, “karena itu yang

kutawarkan ini cocok dengan seleramu. sesekali bisa kaudustai.”

“bukan hanya pencemburu dan pendengkur. dia anjing sekali, suka dengan daging

busuk—terutama yang tersembunyi dan disimpan di antara pangkal paha!!” jawabmu,

“aku paling benci pada lelaki yang menyerupai anjing. tapi apakah semua lelaki

anjing?”

entahlah

selama ini aku menyukainya. sudah berulang kami menjelma

jadi anjing. saling kejar di pasir-pasir pantai. bantai-membantai

di kamar, taman, halaman rumah. “pernah juga di tong sampah

ketika berebut sisa makanan.”

dan sebuah alamat, nomor telepon, serta selembar tiket pesawat masih rapi

di tanganmu. sedangkan nomor kamar penginapan—juga jam kencam—yang tercatat

dalam jadwal perjalanan tak pernah lupa. “uang saku sudah kutransfer ke rekeningmu,”

pesan teman barumu untuk kencan beberapa hari sepanjang liburan. “jangan kuatir

akan kukirim lagi jika yang ada itu ternyata kurang. aku bisa jual mesin-mesin ini.”

cukuplah!

setelah pesawat ini mendarat, kau akan lihat wajahku yang memar serta

pakaianku yang sudah lepas. “selama penerbangan tadi, seseorang

menarikku ke dalam toilet. entahlah, mengapa aku tak mampu menolak

saat sesuatu peristiwa terjadi. tubuhku cabik-cabik,” katamu. tangismu

telah menggelincirkan pesawat itu. udara jadi merah bercampur

kehitaman….

2008

Massage

singgah. kau tak ada dan rumahmu masih terkunci. lampu-lampu belum dimatikan,

dan jalan menuju pintumu penuh tanah dari sepasang sepatu. tak ada lagi pembantu

bahkan tukang cuci beberapa hari telah absen. “aku menginap di rumah teman.

bersama teman-teman,” tulismu di depan pintu.

temanmu banyak. rumah mana yang kauinapi? tak ada sinar untuk membuka tabir

kau tertidur. di kamar temanmu. “aku sakit, kau mau memijit?” harapmu. lalu

dengan senang hati kaupun dipijit. dimulai telapak kaki, pindah ke pundak dan kepalamu,

tak lupa kedua tanganmu. “tapi yang ini masih nyeri,” ujarmu menunjuk kedua betis

dan pahamu.

sejak itu kau ingin sekali dipijit. temanmu sangat ahli.

2007/2008

Kamar Kontrakan

hari tak lagi sunyi. anak dan kedatangan kedua cucu menggugurkan

rencana-rencana. kau pasti sendiri dan kesepian di kamar sewaan, menunggu

reda hujan atau datang seorang teman membawamu menembus rentetan air

dari langit. hanya menunggu di kamar kontrakan membikin langkah

jam amat lamban. tanpa kesibukan dan kehadiran sang kekasih, bisikmu,

meski kutahu kau tak akan juga bertandang; menyibak hujan. “bajuku

tak mungkin basah oleh guyuran hujan…”

tentu kau masih menunggu ia datang. tetapi, sejak hujan tak juga reda, ia

tak lagi datang padamu. “aku datang bukan untuk mendengar dongeng-

dongengmu. ceritakan kenangan-kenanganmu saat anak-anak lahir

dari rahimmu,” katanya. anak-anak selalu riang setiap mendengar kisah

ibu bapaknya semasa muda. menguping tentang percintaan orang tuanya,

dan kau akan menjadi pendongeng yang baik.

jika siang ini sang kekasih tak bertandang, bukan karena hujan menyergap

perjalanan. sebab ia merindukan kanak-kanak: bermain dengan dua cucu. tertawa

dan menangis. memanjat meja, lompati kursi. terjatuh. lalu tangis anak-anak:

ah, sesekali lebih damai bersama anak-anak

ketimbang memanjaimu. dan kau tetap cemberut

atau diam-diam main mata

2008

Pulang ke Rumah

jalan mencatat langkahmu rumah melupakan sisa tidurmu

lalu kau mengumpulkan catatan setiap perjalanan. mengatur jadwal pergi,

tapi menghapus agenda kepulangan. di sakumu daftar kota-kota yang

sudah dan akan kausinggahi; seribu kota kaukenal dan masih asing

dalam anganmu—juga daftar penginapan hanya untuk menghapus

lelah—menari dan berlari. berlarian makin jauh, melupakan langkah

menghapus setiap kenangan

di antara kota-kota itu namamu lalu hilang, di sejumlah penginapan

desahmu tertera. jadi perjalanan baru bagi anak-anak yang datang

kemudian

dan cinta—dan nama-nama lelaki—semakin mengabur dalam daftar

di dompetmu. juga nomor-nomor telepon tak bisa lagi dihubungi: “maaf

nomor yang anda hubungi tidak aktif atau di aluar area,” sebuah suara

mengingatkanmu. mungkin mereka sudah mengganti kartu penghubung,

atau sudah ganti jadwal kencan

kau pun pulang ke rumah yang telah menghapus setiap sisa tidurmu

kecuali tumpukkan jejakmu minta dicatat kembali dalam daftar lain

“tapi tak ada rencana hari ini, aku sakit.”

2008

Isbedy Stiawan ZS, lahir dan besar di Tanjungkarang (Lampung). Buku puisi terbarunya Laut Akhir (Januari 2007) dan Lelaki yang Membawa Matahari (Juli 2007). Ia bergiat di Dewan Kesenian Lampung sebagai Ketua I Bidang Teater dan Sastra. Pernah diundang pada Utan Kayu Literary Binnale Festival dan pada September 2007 diundang Ubud Writers and Readers Festival.

Tidak ada komentar: