01 Februari 2010

Puisi Isbedy Stiawan ZS

Dan Kenangan-kenangan itu

jika malam datang padaku
dan aku tak punya kata
untuk mengucapkan sesuatu
apakah kubiarkan malam berlalu?

dan kenangan-kenangan itu
telah lama membenam
sedang malam tetap datang
menghantar kenangan lain

meski aku tak punya kata
untuk mengucap salam
apalagi merangkulnya...

ah, sisa belaian tersimpan di selimutku
dan kenangan mengental di bantal
seperti mimpi yang mengalir seluas pembaringan:
kau mau memburu?

kalau tak, biarkan aku berlalu
sebab waktu sudah amat biru, sangat pagi
dan aroma yang menebar
bagai terpetik dar putik bunga di taman:
angin yang menerbangkan, senyuman yang menghantar

2009-2010






Bujuk Aku

Aku ingin jalan,
hujan hendak menjelang
berdiam di rumah,
hati ingin melangkah.
ah, bujuk aku agar kerasan
mencumbu malam...

karena mala ini tak juga memberiku jalan
aku termangu saja di depan lacar kaca
sebentar lagi aku kan melayang, ke mana?


2010






Sebelum Ada yang Datang

siangku ini milikku
di jalan lengang akhir pecan
bunga-bunga yang tumbuh di hatiku
mulai bermekaran,
sehabis dibelai hujan semalam
kaukah yang hendak menghirup aromanya
memetik putiknya
sebelum ada yang datang lalu menginjaknya?


2010







Petang Ini Begitu Anteng

akhirnya kau lepas pandang ke laut jauh
dan bebukitan itu tumbuh di matamu
dekat dengan matahari yang menutup
separuh wajahnya

petang ini begitu anteng
ombak di payau lengang
tapi orang-orang melayarkan tubuhnya
ke lautan: memilih ikan-ikan
untuk dibawa ke daratan
"tapi para ikan tahu akan didustai,
lalu menjauh darimu." kata laut berbau asin

di bawah payung taman, hujan pun meminta teman
"alangkah sepi hidupku tanpa kudengar
kau membacakan syair," kata hujan
yang tetap merindukan nyanyian petir. lagu
yang selalu mengirim ngeri

ini petang begitu anteng. ombak lengang,
dan angin menari pelan
: jemarinya melambai

sudah berapa tamu menunggu
atau pamit
seperti perahu yang merangkai
temalinya di dermaga
dan menunggu kembali dilayarkan
setelah kau lepas matamu
ikut berlayar ke negeri-negri
yang belum pernah disinggahi
demi janji...

B&S 19012010
Jauh Lepas


tak bisa lagi kuraih. aku sudah jauh lepas
jauh dari segala riuh yang pernah kupeluk beberapa waktu

kini aku kembali mengumpulkan serpihan langkah
di mulai dari tiada
hinga ke tiada kutemukan

dengan sepuluh jemariku
akan kurengkuh segala
walau ada di awan




Kutitip Nama


di langit kutulis nama-nama yang kuhafal
di bumi kupahatkan setiap peristiwa
yang menggambar tubuhku

air yang mengekalkan langkahku. dan belantara yang mengarahkan
: tapi, sudah berapa simpang, bukit, atau lurah kulipat?

di langit kutitip nama-nama yang kuingat
di bumi segala tubuh akan kurebahkan

pohon-pohon melindungi tiap perjalananku
dan daun-daun jadi selimutku jika gigil atau lupa padamu

segalanya kucatat agar selalu ingat


2009


---sudah dimuat Lampost bersama Pertemuan Bulan, 1 Nov. 2009---

Puisi Isbedy Stiawan ZS

Akhir

jika sebatang rokok terakhir menyisakan
abu di asbak, apakah kau akan berhenti
di batas ini malam
lalu menuju pembaringan?

(tapi kau telah janji tetap menulis impian
di setiap baris puisi lalu aku yang datang akan
mengekalkan)

seperti asbak mengurai setiap puntung rokok
dan menulis abu jadi kisah lain di sini

melebur malam ke dalam embun
menabur bintang ke haribaan fajar
hingga setiap daun akan bergetar
setiap bunga bakal mekar
dan setiap waktu pasti memar

aku...

060110: 01.21






Bunga Malam

bunga-bunga mekar di langit tak berhujan
malam semakin ngaceng menunggumu
yang mungkin kembali mabuk. dan jalan menjelma jadi
permadani panjang
aku menegang tapi hatiku bimbang
tak pernah sampai menjamah tubuhmu

hujan telah jauh pergi setelah lama
menemani langit
hingga berkabut

kini malam penuh bunga bermekaran
dan menabur aroma
ke bibirku
ah, malam benar-benar ngaceng!

(putik malam akan berbenih, bermekaran
sebagai bunga yang
akan kau petik ketika
fajar nanti)

terimalah sebagai mahar

060110: 00.22








Ratap
: aw

dan ratap pun telah sampai ke gaung
dari tangismu yang menjelma jadi suling

ada yang pergi, tapi ini kali tak lagi lahir nabi
hanya seseorang yang tak akan pernah abadi
maka ia pun menemui illahi
selepas magrib,
selepas orang-orang
saling menumpah caci

tak perlu bunga-bunga itu
sebab ia akan berjalan juga hingga ke lubuk
tak perlu dupa
karena ia tetap pergi juga
membawa segala yang dipunya

tak usah ratap
ia tak akan menjelma sayap
tak mungkin kembali
maka lepaslah hanya dengan duka
hanya duka

010110: 05.15







Waroeng AZ Trotoar

1.
tak bisakah kau rendahkan suara,
tinggikan pikir. menyapu waktu
yang berembun?

setelah 27 jalan kau lintasi,
6 sungai kau seberangi
kini, di pintu pertama
halamam kalender
tulislah: segala yang kau raih
dari serpih impianku juga

2.
setiap yang diam mungkin gelombang disimpan
maka surutkan suaramu
lepaskan tatapmu ke jalan paling jauh
tanggalkan keluh

3.
aku tak bisa lagi berkata-kata
dalam gemuruh tawa
dan cakap yang berantakan

010110: 01.26







Malam Riang

adakah ini malam
membuatmu riang
di jalan yang semaput
teriakan-teriakan terompet

apakah tak sebaiknya
kembali, dan kau merapat
dengan cemara-cemara di halaman rumah
penuh ruah

karena pecahan kembang api
dan cahaya malam kota
yang semakin rapuh
jarum waktu menujah tubuh

adalah darahku mengalir
ke sungai-sungai malam

"selamat, kau telah lalui satu kelokan
dari lembar-lembar kalender:
dan kau mulai masuki tikungan lain:
jalan yang mendaki ke 12 tanjakan lagi," katamu galau

aku akan lalui segala detak , segala yang retak
: apakah kau juga akan berlalu?
seperti setiap angka yang rapuh
dan cabik?

dan pohon-pohon cemara
di halaman rumah
meruah bagai pecahan
kembang api
tiba di wajahmu riang

010110: 01.02





Tamu Suatu Malam

kaukah yang berkelebat sebagai bayang di bawah bulan dekat pepohonan?
sebab sudah lama tak kusaksikan di langit bulan telanjang
tapi ini malam tiada selimut awan pekat
dan aku menunggumu -- sebagaimana ayahku menanti kepulangan ibu dari pesta
saat keduanya masih berpacaran -- karena
janjimu, karena inginku selalu bersamamu

tapi kelebat bayang dekat pepohonan di bawah cahaya bulan,
apakah kau yang telah rindu?
atau cuma anganku tentang sesuatu
yang akan datang padaku?
-- sebagai tamu untuk membawaku pesiar--

ah, ini hanya ilusi. angan-angan yang pasti
datang lalu pergi

menghantar kenangan dan membawa pergi ingatan

kelebat bayang itu, apakah untuk tamuku juga
yang menyerahkan kenangan
dan menghancurkan ingatan?

jangan...

291209: 00.12






Jangan...


1
Jangan menulis puisi
bila kau akan kecewa
karena namamu
tak masuk dalam daftar
seorang redaktur

menjadi penyair
kau harus siap digusur
kekuatan-kuasa redaktur
hingga puisimu
mengeras seperti batu

jangan jadi penyair
bila tak ingin namamu
dihilangkan dari deretukur
nama-nama yang telah
mengabarkan tentang luka

jangan...


2
Jangan jadi redaktur
sebelum kau punya nyali
dan kekuatan melihat darah
di tubuh-tubuh puisi
dari sebuah luka para penyair
yang tetap tersenyum
meski hatinya mengerang

jangan pernah membiartkan hatimu
luluh lalu mengembalikan puisi
ke langit mahasuci. karena akan
menerbitkan rasa kasihan
pada puisi yang hanya membawa
bunga-bunga, cinta, dan kesepian

jangan jadi redaktur
bila kau tak ikut merasakan
lukaperih, ngagadarah, nafasmewah,
sepinyeri. sebab setiap puisi membawa
rasa sendiri. sebab setiap penyair
membawa warna duniacinta
dan patahsayapnya...



3
Jangan membaca puisi
atau berkenalan dengan penyair
bila tak ingin kecewa
karena yang kau baca hanya fantasia
dan asinkeringat dari rambut
yang disajikan dalam puisi-puisi

sebaiknya bacalah dunia
dari jiwamu yang mengembara
sebelum akan jatuh di kubangan
ratusan puisi
tak terbaca di halaman-halaman koran

yang kau temukan di warung
jadi pembungkus cabai atau asam

jangan berkenalan dengan penyair
bila tak ingin tidurmu terganggu
hingga fajar berlabuh
tanpa kau nikmati mimpimu

jangan...


2009/2010








Sajak Beberapa Baris, Beberapa Bagian

1
malam gemulai
hujan sudah jauh pergi
membiarkan awan tak berair
dan angin lamban
di tubuhku memanas seperti ada bara:
kau tahu di jalan ini, tetap kuhikmati sepi

2
jika akhirnya aku pulang
dan kembali juga ke peraduan
apakah akan kujagai malam
tanpa hujan?
airmataku cukup untuk membasahi
yang kau mau
tapi malam seperti manja untuk kukeloni



3
jadi, kau tetap menunggu di situ
hingga malam berlalu?
dan bila kau jumpai fajar
akankah kau namai penantian ini
hanya belukar?

dalam penantian
kutahu kau hanya membiarkan setiap detikmu
berkeliaran jauh...

2010









Kepada Si Sakit


lalu kuseka kaca itu
ingin memastikan senyummu
tak lagi kelabu
seperti pagi kemarin

(kau masih sakit?)

kuingin melihat wajahmu
seperti matahari di pagi ini
tanpa layu
duduk di langit

memandang pohon-pohon
jalan-jalan riuh
suara gaduh
namun tetap syahdu

(kuingin kau cepat sembuh)

kembali menyusuri lorong
pasar murah
menaiki tangga mall
lalu mencicipi pullpy orange
atau membeli kaset film

(kuharap hari ini obat-obatmu
bisa kau simpan lagi)

dan lupakan penyakit
sehingga tak lagi bertandang
agar kau bercahaya
melangkahi keramaian

seperti waktu remaja
kulihat kau selalu bercanda
dalam gemuruh waktu

(kau menengadah)

langit yang mendung
doamu selalu tergantung

--untuk kesembuhan
dan rasa bosan
dikunjungi penyakit--

2010

Puisi Isbedy Stiawan ZS

Bintang Kecil di Solaria

muntahan cahaya kuning di langit lengkung
senja terasa lembut, dan kautinggalkan kafe itu
sebelum seseorang datang ingin meberi tisu
di mejamu

kini meja kafe yang telah kautinggalkan
masih terasa bekas jemarimu, juga setitik airmata
yang telah menjadi bintang

"bintang kecil dilangit yang tinggi, amat banyak..."seorang anak kecil
menyanyikan lagu itu dituntun ibunya memasuki kafe
duduk di bekas kursimu, menikmati juice melon,
cappucino, dan bintang
di bekas mejamu itu

ada yang datang ke mari tanpa membawa tawa,
namun airmata yang telah disimpannya
berhari-hari ditumpahkannya
--anak kecil itu berkhayal menjadi dewasa--

duduk seperti kau termangu, mencangkung bagai kau yang tengah melamun
menunggu kekasih tiba --tapi hingga lebih waktu, yang dinanti tak juga kunjung
hingga kau pun pergi membawa kembali sepi

sampai adzan berlalu
hatimu bertalu-talu!

--berapa waktu telah kaubuang, wahai?--


solaria, akhir oktober 2009




*


Seseorang di Jalan

sesorang bertanya padaku di siang yang panas ini, karena peluhku banjir akhirnya
aku hanya menatapnya lama. dia kembali bertanya, kali ini karena dengan kualitas
suara yang berat, kembali aku hanya memandangnya. kini tatapanku amat dingin
sedang dia membalas dengan tujahan matanya yang api

"semalam aku habisi berbotol-botol alkohol, hingga siang ini kurasakan bumi
bergerak-gerak. langkahku goyang. bumi limbung. tapi aku tahu, kalau gempa
bangunan pasti runtuh. orang-orang mati tertimbun. ini tidak..." katanya seperti
memberi jawaban yang tidak kutanyakan.

aku mulai jemu. ingin kukalungkan pisau di lehernya, rasanya hendak kugantungkan
batu di mulutnya yang maish bau alkohol agar kalimat-kalimatnya tak menyebarkan
alkohol pula. agar aku tak ikut mabuk. di antara orang yang mabuk, aku mesti kuat
menerima bumi yang terasa guncangannya.

dalam semilir angin panas, tetap kutebus waktu-waktu yang seakan penuh silet:
seseorang yang kujumpai di simpang jalan itu tak lagi bertanya. namun ia menunjukkan kemaluannya, ia jadikan tongkat. "aku dikutuk jadi musa dan diberi tongkat. jika raja firaun kembali hidup dan mengganggu firman-formanNya akan kupukul ke tanah
hingga berganti lautan. aku pun, seperti musa, menyeberangi laut sampai ke tepian. setelah itu kubalikkan tonkatku, dan firaun
terhimpit di antara dua tanah ini..." katanya

aku berang. kupaksa ia menutup kemaluannya, karena benda itu
adalah aib bagi lelaki, adalah kehormatan yang mesti dijaga. "kau bilang kehormatan? benda ini bisa kaubeli di warung-arung
kecil terutama di dekat rumah-rumah bordil. iklannya dipajang di setiap gang:
'pakai alat pengaman kalau tak ingin terkena kuman!'

maka aku terdiam. tak bisa kubayangkan sekiranya dia kuangkat lalu kulempar ke bak sampah di seberang jalan, tepat di sebelah siring. dan seekor anjing kuihat
masih mengais makanan sana. kuharap anjing itu benar-benar lapar,
dan menyantap dia...

dekael, 301009;14.05




*


Cincin dari Hujan

telah kusimpan rinai terakhir hujan senja tadi
untuk kenang-kenangan bagimu yang kini terlelap
agar dalam mimpimu tak ada lagi hujan
yang membuat kota-kota tergenang
atau langkah yang urung menjelajah ruang-ruang
di ujung jemariku rinai hujan terakhir
semakin membeku, seperti pecahan
permata. untuk
cincin, betapa manis jemarimu
lalu hujan yang kemudian tiba lagi
kutadah dengan telapak tanganku
dan kini menjelma tempayan,
bagimu berenang-renang






*







Insomnia*)

"jangan," bisikmu malam ini ketika ia ingin menyeretmu ke paling malam
sebab malam sudah membawamu ke ujung kelam, melintasi waktu paling puncak
menggetarkan setiap pembaringan oleh dengkur atau hela dan mimpi
"aku tak bermimpi. itu hanya mainan tidur," ujarmu lagi saat ia membujukmu untuk membawa ke hutan malam
karena kau belum lelap dan matamu masih membaca waktu, bagaimana didatangi mimpi?
"itu hanya bunga tidur," tegasmu. ia tersenyum, ingin merengkuhmu lalu menyeretmu ke rimba kelam
dan meletakkanmu di pintu fajar, menanti datang matahari
kemudian kau benar-benar berangkat
dan ia keluar sebagai penyelamat
"aku belum ingin pergi, apalagi mau mati," suaramu parau. ia pun mendesah
malam ini adalah milikmu, sepenuhjiwa, karena itu biarkan malam berlalu
tanpa ia menarikmu ke lain waktu: malam paling kelam

171209; 01.04

*) judul yang sama pernah digunakan Gus tf ("Akar Berpilin" Penerbit Kompas, 2009)




*




Amnesia

engkaukah yang bangunkan aku setelah kau lelapkan?
di tempat ini aku jadi baru, menjelma kupukupu atau rama pada malam hari
jelajahi waktu demi waktu, mengibas pohon, menerawangi tiang listrik
atau membenturkan diriku pada cahaya lampu jalan
inikah iba yang paling luka? menelikung wajah sendiri, meniti tubuh: ke tanah, kembali ke asal, aku akan tiba?
tulangku akan tumbuh jadi pohon, namaku berbuah. engkau akan memetiknya
--aku tak lagi mengenalmu, tak tahu namanama jalan, juga tak bisa lagi baca waktu--

171209; 08.17




*





Sebentar Singgah

di sini aku pulang, setelah berkali-kali aku pergi dari sini
lalu sejumlah nama kota kubenamkan di benakku
juga nama-nama yang terkasih dan kubenci
bukan sebagai kenangan apalagi buah dari percumbuan
tapi cuma sebentar singgah demi menanam desah
setelah itu kulupa --hingga aku berkali-kali untuk kembali mengingat--
apakah kau perempuan ataukah lelaki? singgah di hati atau sekadar menatap
dari sini aku pergi dan kemari lagi aku kembali
membangun rumah terakhir singgahku
yang penuh bunga-bunga
--wajahmu makin jauh, suaramu terasa hanya keluh--
aduhai, apakah kau kekasih yang kupilih?

171209: 16.36





*



Catatan Beberapa Bagian

lalu suaramu yang tinggal di ruang ini
membaca-baca peristiwa yang baru terjadi
*
jejak tubuhmu mengekal
lalu kutulis namamu agar tak hilang
*
menyerpihi sisa aroma tubuhmu
kenapa ingatan itu memanggil-manggil?
*
hanya boneka pemberianmu
yang kucintai karena kau tak pernah kembali
*
kumau kau datang tak saat kesepian
dan aku menyambut dengan riang
*
jika kau terus-terusan sembunyi
namamu akan terhapus juga
*
terkenang saat kau memasak untukku pagi itu
dan kau terluka, lalu kuminum darahmu
hingga hapus dahagaku, adam!
*
cintamu kupilin
hingga jadi lilin

171209: 09.36