Pesta Bakar Ikan
nelayan tahu kapan harus menjejak di pantai, sementara ikan akan memilih
laut paling dalam. walau jala membawanya kembali ke bara dan siap kau santap.
ikan laut dan ikan air tawar akan terhidang juga di depanmu. kau akan menyantap
dengan perut kosong ataupun kenyang. sedangkan nelayan tetap sunyi
di laut lepas. juga pemancing menahan kantuk di tepi sungai. atau bercengkerama
bersama keluarga di rumah yang dibangun di tepi air, dengan kekhawatiran dilumat
badai. kau lupakan ihwal itu semua…
di sisi dia segalanya menjadi lupa. secuil slilit di bibirmu dihapus jemarinya, kau pun
tenteram oleh belaian. “aku jemu ditinggal sendiri di rumah, maka izin aku pamit
jalan bersamanya.” Katamu sebelum pergi. tak seorang pun bisa mencegahmu,
karena sebagai pejalan mestk kaki diayunkan: menembus malam, masuki ceruk
ruang temaram, hutan durian, ldang jagung, kolam ikan, ataupun pantai.
sejak itu pesta demi pesta digelar. “kau mau ikan bakar?” ia menawarkan. kau pun
tak ingin menolak, apalagi masak cumi-cumi kesukaanmu. “tunggu aku di rumahmu, segera aku datang membawa lelehan liur,” ujarmu bersemangat.
“aku akan hapus liurmu dengan lidahku yang haus…” katanya lembut.
matamu pun pejam….
26-28 Maret 2008
Pangeran
lalu matamu terpejam dalam rangkulnya, kau terbang di dadanya. berulang
kubangunkan karena waktu telah jauh meninggalkan pagi, tapi kau makin
lelap. kau hitung setiap getar yang berdebar dari dadanya, lalu kauterima sebagai
desah. kau mulai gelisah. menimbang-nimbang pulang ke rumah lama ataukah
membiarkan luluh. sebab setelah berkali-kali bersamanya, kau dapati debar
yang lain: kau tenteram lelap dan jaga dalam pelukannya.
dan aku hanya rangka, tiang-tiang yang tak lagi mampu menyangga. lembaran
kertas yang sudah terisi catatan-catatan usang, daftar pinjaman, jadwal pertemuan
yang sulit lagi terbaca. padahal semua itu adalah masa lalu kita, kenangan-kenangan
tentang hari tanpa tercatat dalam kalender. gambar ataupun video yang menggemparkan
pasar. kau tetap lakonku. aku pasanganmu saat-saat kita
- tapi itu dulu, sudah lama sekali. sebagai masa silam
kini aku cuma rasakan desahmu setiap kau lelap dalam dekapannya. lalu terbang
begitu kau terdampar di dadanya. ia adalah pangeran muda dari negeri ladang
kopi jauh dari pinggir kota. namun selembar peta dan buku bunga di sakunya
bisa menyihir permaisuri sedunia.
- aku menyukainya bukan karena peta dan buku bunga, tapi
menyenangkan setiap percakapan….
ia tampan. seperti sulaiman bagi julaikha, romeo untuk juliet. makanya kau bisa
bersampan. mengarungi pulau-pulau dalam peta. menetap di kota-kota persinggahan,
menyanyi dan bersuika di dalam akuarium remang—layaknya sepasang ikan kalian
bersulang—hingga lepas sayap-sayap malam. kau dan ia pulang dengan langkah
gontai. sangat letih. kembali lelap setelah membangun rumah dari paduan liur. dan
esok pagi akan lahir ikan-ikan kecil: anak-anak air
- aku sudah siapkan nama bagi anak-anak itu.
aku tak pernah tahu kenapa kau suka habiskan malam berenang dan lelap di ceruk
debar dadanya. menghapus setiap kepulangan, melupakan pada peraduan. tapi
dengkurmu ia rasakan sebagai cumbu. setelah itu kau pulang sambil menjadwal
pertemuan-pertemuan lain:
- aku pamit mau pergi dengannya, juga izin
menginap di rumahnya
sementara aku hanya menunggu kabar hingga malam makin tua!
aku benci lelaki pencuriga.padahal aku hanya ingin
menyenangkan jiwaku, riang-riangkan kesuntukan. di rumah kontrakan
hanya kurasakan kesunyian. sungguh menyedihkan?
hanya bersama pangeran dari negeri ladang kopi dan selembar peta serta buku bunga
di sakunya membuatmu tersihir. melepas pakaian malam, mencabik waktu demi
waktu dalam akurium—sebagaimana sepasang ikan menjatuhkan siripnya saat
musim kawin—kalian pun memuntahkan liur dan lendir ke segenap debar!
saatnya kini kukumpulkan semangat melupakanmu. menghapus seluruh kenanganmu,
meniadakan namamu.
mencabut ikrar di dalam undang-undangmu…
sekarang pergilah. kulepas seluas-luasmu. jadi ikan. menjelma rusa
Februari-Maret 2008
Isbedy Stiawan ZS
Sudah di Rumah
aku sudah di rumah, tiba-tiba meriang
tak jadi ke tabek[*]
semalam penuh angin dan embun kau hirup. kau juga dikepung asap di dalam ruang
seperti akuarium itu. suaramu hingga parau, betismu mengejang. kedua tanganmu
lemau, badanmu meriang: “perutku juga medu,” katamu. mengingat-ingat makanan
yang masuk ke mulutmu semalam.
tapi kau lupa meningap di mana dan tidur dengan siapa? “aku hanya ingat ketika
seseorang menanduku ke mobil dari ruang serupa akuasrium itu. ia baringkan
aku di sofa. lalu aku lupa, benar-benar matirasa meski disentuh belati. apalagi…”
berhari-hari kau bertemu dia dan jalan bersama. makan bakso 24 jam, pesta ikan
bakar hingga jagung bakar. masuki kebun durian dan membelahnya bersama-
sama seperti membelah wajah bidadari
kehujanan atau kemalaman
aku memilih menginap di rumahnya
ketika pakaianku basah, kupinjam kaus dan celana pendeknya. aku pun tertidur tanpa
selimut dan aku gigil. dan ia mendekapku, hangat tubuhnya menyusup ke debar
dadaku. aku tak kuasa menampik saat tangannya membelai. aku pun lupa
“aku hanya ingat sudah di rumah, meriang…”
ingatanku pada tabek akhirnya terhapus. sejak lama kuimpikan berhibur ke kampung
wisata itu, menyeruput es dugan bergantian. atau berenang di kolam. aku akan lupa
segala keruwetan: rumah kontrakan kumuh dan semrawut, suara anak-anak yang
tak pernah sunyi.
dan saat aku sudah di rumah, yang kuingat hanya kau. aku ingin kembali ke dalam
dekapanmu: mengadu ihwal perjalananku berwaktu-waktu hingga lepas seluruh
sayap malam. juga di mana aku tertidur dan siapa di sisiku, yang diam-diam
mencuri pipiku, menaiki bukit kecil tanpa pohon, atau berenang di kolamnya
aku sudah di rumah, aku sakit…
“jangan lupa minum jamu atau nanas muda,” katanya, “tak perlu ke dukun,
sebab berbahaya. kamu tak mau mati bukan?”
2008
Isbedy Stiawan ZS
Menghapus Kenangan Lama
sesekali berdusta—membohongimu—tak ada salahnya, kau membatin. ketika temanmu
mendatangimu di malam minggu sementara kau benar-benar bosan, kau sambut
dengan amat senang. sesekali tak perlu kukabari tentang kehadirannya. tak ada yang
mesti dikasih tahu. perempuan mesti juga pintar bersandiwara: “dengan teman-teman
dari pada jemu…” ucapmu.
ini malam minggu, kau pasti tahu artinya. hanya mengobrol dan sesekali tertawa, dan
kejar-kejaran. aih, cubit-cubitan! ada yang merekam sembunyi-sembunyi, tapi aku
menyaksikannya secara terang-terangan. tapi selalu saja kau tak mengaku bahwa diam-diam kau menyukainya, dan ia ingin sekali memetik cinta dari pohonmu
bagaimana aku bisa mempercayaimu, sayang? apakah akan kubutakan mataku sampai
aku tak merasakan kekecewaanku? dengan tangan mengembang ini aku mau jadi sayap
lalu terbang. akan kurebut kembali yang jatuh dari pohonmu
jangan curiga seperti itu, katamu balik menuding, ia sungguh temanku. tapi, orang-orang
tahu kau dan dia sering bertemu. lalu saling menunduk malu,
sebab hatimu dan hatinya tiba-tiba bergetar…
aduhai, kau sudah jauh berjalan. menghapus kenangan-kenangan lama,
tempat-tempat kunjungan usang, ruang-ruang yang pernah menjelma sebagai ladang
perburuan.
aku dan kau yang membikin semua kenangan itu…
2008
Isbedy Stiawan ZS, lahir dan besar di Tanjungkarang (Lampung). Buku puisi terbarunya Laut Akhir (Januari 2007) dan Lelaki yang Membawa Matahari (Juli 2007). Ia bergiat di Dewan Kesenian Lampung sebagai Ketua I Bidang Teater dan Sastra. Pernah diundang pada Utan Kayu Literary Binnale Festival dan pada September 2007 diundang Ubud Writers and Readers Festival.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar