16 Mei 2008

Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS

Pesta Bakar Ikan

nelayan tahu kapan harus menjejak di pantai, sementara ikan akan memilih

laut paling dalam. walau jala membawanya kembali ke bara dan siap kau santap.

ikan laut dan ikan air tawar akan terhidang juga di depanmu. kau akan menyantap

dengan perut kosong ataupun kenyang. sedangkan nelayan tetap sunyi

di laut lepas. juga pemancing menahan kantuk di tepi sungai. atau bercengkerama

bersama keluarga di rumah yang dibangun di tepi air, dengan kekhawatiran dilumat

badai. kau lupakan ihwal itu semua…

di sisi dia segalanya menjadi lupa. secuil slilit di bibirmu dihapus jemarinya, kau pun

tenteram oleh belaian. “aku jemu ditinggal sendiri di rumah, maka izin aku pamit

jalan bersamanya.” Katamu sebelum pergi. tak seorang pun bisa mencegahmu,

karena sebagai pejalan mestk kaki diayunkan: menembus malam, masuki ceruk

ruang temaram, hutan durian, ldang jagung, kolam ikan, ataupun pantai.

sejak itu pesta demi pesta digelar. “kau mau ikan bakar?” ia menawarkan. kau pun

tak ingin menolak, apalagi masak cumi-cumi kesukaanmu. “tunggu aku di rumahmu, segera aku datang membawa lelehan liur,” ujarmu bersemangat.

“aku akan hapus liurmu dengan lidahku yang haus…” katanya lembut.

matamu pun pejam….

26-28 Maret 2008

Pangeran

lalu matamu terpejam dalam rangkulnya, kau terbang di dadanya. berulang

kubangunkan karena waktu telah jauh meninggalkan pagi, tapi kau makin

lelap. kau hitung setiap getar yang berdebar dari dadanya, lalu kauterima sebagai

desah. kau mulai gelisah. menimbang-nimbang pulang ke rumah lama ataukah

membiarkan luluh. sebab setelah berkali-kali bersamanya, kau dapati debar

yang lain: kau tenteram lelap dan jaga dalam pelukannya.

dan aku hanya rangka, tiang-tiang yang tak lagi mampu menyangga. lembaran

kertas yang sudah terisi catatan-catatan usang, daftar pinjaman, jadwal pertemuan

yang sulit lagi terbaca. padahal semua itu adalah masa lalu kita, kenangan-kenangan

tentang hari tanpa tercatat dalam kalender. gambar ataupun video yang menggemparkan

pasar. kau tetap lakonku. aku pasanganmu saat-saat kita

- tapi itu dulu, sudah lama sekali. sebagai masa silam

kini aku cuma rasakan desahmu setiap kau lelap dalam dekapannya. lalu terbang

begitu kau terdampar di dadanya. ia adalah pangeran muda dari negeri ladang

kopi jauh dari pinggir kota. namun selembar peta dan buku bunga di sakunya

bisa menyihir permaisuri sedunia.

- aku menyukainya bukan karena peta dan buku bunga, tapi

menyenangkan setiap percakapan….

ia tampan. seperti sulaiman bagi julaikha, romeo untuk juliet. makanya kau bisa

bersampan. mengarungi pulau-pulau dalam peta. menetap di kota-kota persinggahan,

menyanyi dan bersuika di dalam akuarium remang—layaknya sepasang ikan kalian

bersulang—hingga lepas sayap-sayap malam. kau dan ia pulang dengan langkah

gontai. sangat letih. kembali lelap setelah membangun rumah dari paduan liur. dan

esok pagi akan lahir ikan-ikan kecil: anak-anak air

- aku sudah siapkan nama bagi anak-anak itu.

aku tak pernah tahu kenapa kau suka habiskan malam berenang dan lelap di ceruk

debar dadanya. menghapus setiap kepulangan, melupakan pada peraduan. tapi

dengkurmu ia rasakan sebagai cumbu. setelah itu kau pulang sambil menjadwal

pertemuan-pertemuan lain:

- aku pamit mau pergi dengannya, juga izin

menginap di rumahnya

sementara aku hanya menunggu kabar hingga malam makin tua!

aku benci lelaki pencuriga.padahal aku hanya ingin

menyenangkan jiwaku, riang-riangkan kesuntukan. di rumah kontrakan

hanya kurasakan kesunyian. sungguh menyedihkan?

hanya bersama pangeran dari negeri ladang kopi dan selembar peta serta buku bunga

di sakunya membuatmu tersihir. melepas pakaian malam, mencabik waktu demi

waktu dalam akurium—sebagaimana sepasang ikan menjatuhkan siripnya saat

musim kawin—kalian pun memuntahkan liur dan lendir ke segenap debar!

saatnya kini kukumpulkan semangat melupakanmu. menghapus seluruh kenanganmu,

meniadakan namamu.

mencabut ikrar di dalam undang-undangmu…

sekarang pergilah. kulepas seluas-luasmu. jadi ikan. menjelma rusa

Februari-Maret 2008

Isbedy Stiawan ZS

Sudah di Rumah

aku sudah di rumah, tiba-tiba meriang

tak jadi ke tabek[*]

semalam penuh angin dan embun kau hirup. kau juga dikepung asap di dalam ruang

seperti akuarium itu. suaramu hingga parau, betismu mengejang. kedua tanganmu

lemau, badanmu meriang: “perutku juga medu,” katamu. mengingat-ingat makanan

yang masuk ke mulutmu semalam.

tapi kau lupa meningap di mana dan tidur dengan siapa? “aku hanya ingat ketika

seseorang menanduku ke mobil dari ruang serupa akuasrium itu. ia baringkan

aku di sofa. lalu aku lupa, benar-benar matirasa meski disentuh belati. apalagi…”

berhari-hari kau bertemu dia dan jalan bersama. makan bakso 24 jam, pesta ikan

bakar hingga jagung bakar. masuki kebun durian dan membelahnya bersama-

sama seperti membelah wajah bidadari

kehujanan atau kemalaman

aku memilih menginap di rumahnya

ketika pakaianku basah, kupinjam kaus dan celana pendeknya. aku pun tertidur tanpa

selimut dan aku gigil. dan ia mendekapku, hangat tubuhnya menyusup ke debar

dadaku. aku tak kuasa menampik saat tangannya membelai. aku pun lupa

“aku hanya ingat sudah di rumah, meriang…”

ingatanku pada tabek akhirnya terhapus. sejak lama kuimpikan berhibur ke kampung

wisata itu, menyeruput es dugan bergantian. atau berenang di kolam. aku akan lupa

segala keruwetan: rumah kontrakan kumuh dan semrawut, suara anak-anak yang

tak pernah sunyi.

dan saat aku sudah di rumah, yang kuingat hanya kau. aku ingin kembali ke dalam

dekapanmu: mengadu ihwal perjalananku berwaktu-waktu hingga lepas seluruh

sayap malam. juga di mana aku tertidur dan siapa di sisiku, yang diam-diam

mencuri pipiku, menaiki bukit kecil tanpa pohon, atau berenang di kolamnya

aku sudah di rumah, aku sakit…

“jangan lupa minum jamu atau nanas muda,” katanya, “tak perlu ke dukun,

sebab berbahaya. kamu tak mau mati bukan?”

2008

Isbedy Stiawan ZS

Menghapus Kenangan Lama

sesekali berdusta—membohongimu—tak ada salahnya, kau membatin. ketika temanmu

mendatangimu di malam minggu sementara kau benar-benar bosan, kau sambut

dengan amat senang. sesekali tak perlu kukabari tentang kehadirannya. tak ada yang

mesti dikasih tahu. perempuan mesti juga pintar bersandiwara: “dengan teman-teman

dari pada jemu…” ucapmu.

ini malam minggu, kau pasti tahu artinya. hanya mengobrol dan sesekali tertawa, dan

kejar-kejaran. aih, cubit-cubitan! ada yang merekam sembunyi-sembunyi, tapi aku

menyaksikannya secara terang-terangan. tapi selalu saja kau tak mengaku bahwa diam-diam kau menyukainya, dan ia ingin sekali memetik cinta dari pohonmu

bagaimana aku bisa mempercayaimu, sayang? apakah akan kubutakan mataku sampai

aku tak merasakan kekecewaanku? dengan tangan mengembang ini aku mau jadi sayap

lalu terbang. akan kurebut kembali yang jatuh dari pohonmu

jangan curiga seperti itu, katamu balik menuding, ia sungguh temanku. tapi, orang-orang

tahu kau dan dia sering bertemu. lalu saling menunduk malu,

sebab hatimu dan hatinya tiba-tiba bergetar…

aduhai, kau sudah jauh berjalan. menghapus kenangan-kenangan lama,

tempat-tempat kunjungan usang, ruang-ruang yang pernah menjelma sebagai ladang

perburuan.

aku dan kau yang membikin semua kenangan itu…

2008

Isbedy Stiawan ZS, lahir dan besar di Tanjungkarang (Lampung). Buku puisi terbarunya Laut Akhir (Januari 2007) dan Lelaki yang Membawa Matahari (Juli 2007). Ia bergiat di Dewan Kesenian Lampung sebagai Ketua I Bidang Teater dan Sastra. Pernah diundang pada Utan Kayu Literary Binnale Festival dan pada September 2007 diundang Ubud Writers and Readers Festival.



[*] Kampung Wisata Tabek Indah, Natar, Lampung Selatan—suatu tempat rekreasi dan obyek wsiata

Tidak ada komentar: