Aku pendatang
jalan menuju rumahmu, 26 tahun lalu, penuh belukar. yang kutandai hanyalah
sebatang pohon, ia tak pernah lupa mencatat lalu mengingat setiap pendatang
baik tak kaukenal maupun sudah kerap berkunjung. wajahmu merah
semangka akan tersenyum, dan dari sana menebar aroma yang mengekalkan
perantau bagi rumah dan kampung kelahiran
tapi ilalang yang memenuhi jalan setapak menuju rumahmu, sekarang sudah
hilang. hanya sebatang pohon masih menandai setiap yang pergi dan
pulang. langkah pertama kala merantau kekal di akar-akarnya di daun-daunnya;
mencatat setiap nama, melupakan bagi yang meninggal
kau pun lalu mengirim atau menaburkan bunga sebagai tanda berduka
setelah itu kembali mewarnai wajahmu hingga merah semangka. dan setiap
yang datang kauberikan wanginya…
kini, setelah 26 tahun, aku mengenalmu lagi. buah semangka di wajahmu
masih tetap kukenali, juga ranum apel yang tumbuh di halaman rumahmu
setia menungguku pulang. tapi mengapa kau begitu asing? kenapa kau seperti
tak mengenalku, begitu asing menatapku?
aku hanyalah pendatang yang sekejap singgah
6.4.2008
Surat kematian
Kepadamu yang sebentar lagi melupakanku maka lupakan semua ingatanmu
pada saat bersama: tanganmu menyatu dalam genggamanku. aku pernah
menyerpihi sisa pasir di tubuhmu, seperti ombak yang menyapu daki
yang menggumpal di pantai. kaupernah meluluir tubuhku, tapi tak kutahu
apakah kaulakukan pula pada gelombang?
tinggal kenangan dari sisa ciuman yang kurekam setiap gerak ombak
yang terbenam di pasir-pasir. ah, langkahmu juga ada di sana. juga
bibirmu membayang di sepanjang pantai ini, meskil air berulang
ingin menghapusnya.
kaukatakan selalu sudah amat lelah, namun tak jemu kaudatangi
tempay-tempat terindah itu. mencatatnya sebagai kisah
sebagai dongeng:
kaubisa lihat segala rekaman dibibirku ini – katamu, aku menangis setiap
menyaksikannya….
kepadamu yang akan pegi setelah aku dikuburkan maka kuingatkan
hapus apa yang bisa kaulupakan, dan kenang apa yang tak mampu lagi
kau ingat tentangku. mungkin setelah aku benar-benar dikubur,
justru aku akan mengingat dan menyebut namamu
lalu kau akan buktikan melupakanku untuk membangun ingatan
padayang lain
walaupun kau benar-benar lupa kalau aku pernah menanam namaku
di rahimmu, aku akan tetap menjaga sampai kau sungguh-sunguh
tak lagi mengenalku. tapi aku yakin kau akan selalu
mencari namaku karena aku telah jadi petani di tanahmu. dulu
sekali, sebelum kauhidup di dalam diriku
2008
Bau belerang
hujan membawamu ke sungai di mataku. jadi buih yang kuhirup sebagai
parfum. tapi bau belerang di rambutmu masih menyengat. aku jadi
mual tak mau mencium helai-helai rambutmu. “adakah lidah lain
menitipkan liurnya di rambutmu?”
aku ingin kau membasuh kembali rambutmu. mencuci dengan sampo
paling wangi. bau belerang membuat inginku hilang. mengemas
dan melipat-lipat hasratku. “jangan kaumatikan inginku dengan
bau belerang itu. aku membenci sungai yang mengalirkan setiap
bau tak sedap. apalagi…”
aku sudah menunggumu. setiap hujan membawamu ke sungai
di mataku. sebagai buih, tapi jangan sebarkan bau belerang itu.
“basuh hingga wangi rambutmu. aku pun ingin menciumnya.”
8 April 2008
Perahuku merapat
kembali kupunguti rambutku yang senja setiap kau dibawa
matahari sore. pada halaman kalender kutemui usiaku rapuh,
seperti daun-daun yang dirajam kemarau. kau datang bawakan
aku sehelai pakaian dan cinta yang kautulis di selimut ini,
lalu beberapa jam kemudian tak ada matahari di kamar ini,
dan aku lelap. aku senyap
kutempuh setiap waktu yang merayap
meralabuhkan kesendirianku. melayarkan dudaku di pelabuhan
subuh. aku merapat saat matahari terbit di matamu
perahuku terdampar di antara dua bukit tua
dulu sekali Nuh pernah singgah,
sebelum kota benar-benar lumpuh. kotaku tenggelam, kau
terpejam di antara halaman perahu. aku menunggumu, Cinta
ingin membawamu berperahu
pecahkan pulau-pulau
8 April 2008; 09.30 PM
Isbedy Stiawan ZS, lahir dan besar di Tanjungkarang (Lampung). Buku puisi terbarunya Laut Akhir (Januari 2007) dan Lelaki yang Membawa Matahari (Juli 2007). Ia bergiat di Dewan Kesenian Lampung sebagai Ketua I Bidang Teater dan Sastra. Pernah diundang pada Utan Kayu Literary Binnale Festival dan pada September 2007 diundang Ubud Writers and Readers Festival.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar