16 Mei 2008

Puisi-Puisi Isbedy Stiawan ZS

Aku pendatang

jalan menuju rumahmu, 26 tahun lalu, penuh belukar. yang kutandai hanyalah

sebatang pohon, ia tak pernah lupa mencatat lalu mengingat setiap pendatang

baik tak kaukenal maupun sudah kerap berkunjung. wajahmu merah

semangka akan tersenyum, dan dari sana menebar aroma yang mengekalkan

perantau bagi rumah dan kampung kelahiran

tapi ilalang yang memenuhi jalan setapak menuju rumahmu, sekarang sudah

hilang. hanya sebatang pohon masih menandai setiap yang pergi dan

pulang. langkah pertama kala merantau kekal di akar-akarnya di daun-daunnya;

mencatat setiap nama, melupakan bagi yang meninggal

kau pun lalu mengirim atau menaburkan bunga sebagai tanda berduka

setelah itu kembali mewarnai wajahmu hingga merah semangka. dan setiap

yang datang kauberikan wanginya…

kini, setelah 26 tahun, aku mengenalmu lagi. buah semangka di wajahmu

masih tetap kukenali, juga ranum apel yang tumbuh di halaman rumahmu

setia menungguku pulang. tapi mengapa kau begitu asing? kenapa kau seperti

tak mengenalku, begitu asing menatapku?

aku hanyalah pendatang yang sekejap singgah

6.4.2008

Surat kematian

Kepadamu yang sebentar lagi melupakanku maka lupakan semua ingatanmu

pada saat bersama: tanganmu menyatu dalam genggamanku. aku pernah

menyerpihi sisa pasir di tubuhmu, seperti ombak yang menyapu daki

yang menggumpal di pantai. kaupernah meluluir tubuhku, tapi tak kutahu

apakah kaulakukan pula pada gelombang?

tinggal kenangan dari sisa ciuman yang kurekam setiap gerak ombak

yang terbenam di pasir-pasir. ah, langkahmu juga ada di sana. juga

bibirmu membayang di sepanjang pantai ini, meskil air berulang

ingin menghapusnya.

kaukatakan selalu sudah amat lelah, namun tak jemu kaudatangi

tempay-tempat terindah itu. mencatatnya sebagai kisah

sebagai dongeng:

kaubisa lihat segala rekaman dibibirku ini – katamu, aku menangis setiap

menyaksikannya….

kepadamu yang akan pegi setelah aku dikuburkan maka kuingatkan

hapus apa yang bisa kaulupakan, dan kenang apa yang tak mampu lagi

kau ingat tentangku. mungkin setelah aku benar-benar dikubur,

justru aku akan mengingat dan menyebut namamu

lalu kau akan buktikan melupakanku untuk membangun ingatan

padayang lain

walaupun kau benar-benar lupa kalau aku pernah menanam namaku

di rahimmu, aku akan tetap menjaga sampai kau sungguh-sunguh

tak lagi mengenalku. tapi aku yakin kau akan selalu

mencari namaku karena aku telah jadi petani di tanahmu. dulu

sekali, sebelum kauhidup di dalam diriku

2008

Bau belerang

hujan membawamu ke sungai di mataku. jadi buih yang kuhirup sebagai

parfum. tapi bau belerang di rambutmu masih menyengat. aku jadi

mual tak mau mencium helai-helai rambutmu. “adakah lidah lain

menitipkan liurnya di rambutmu?”

aku ingin kau membasuh kembali rambutmu. mencuci dengan sampo

paling wangi. bau belerang membuat inginku hilang. mengemas

dan melipat-lipat hasratku. “jangan kaumatikan inginku dengan

bau belerang itu. aku membenci sungai yang mengalirkan setiap

bau tak sedap. apalagi…”

aku sudah menunggumu. setiap hujan membawamu ke sungai

di mataku. sebagai buih, tapi jangan sebarkan bau belerang itu.

“basuh hingga wangi rambutmu. aku pun ingin menciumnya.”

8 April 2008

Perahuku merapat

kembali kupunguti rambutku yang senja setiap kau dibawa

matahari sore. pada halaman kalender kutemui usiaku rapuh,

seperti daun-daun yang dirajam kemarau. kau datang bawakan

aku sehelai pakaian dan cinta yang kautulis di selimut ini,

lalu beberapa jam kemudian tak ada matahari di kamar ini,

dan aku lelap. aku senyap

kutempuh setiap waktu yang merayap

meralabuhkan kesendirianku. melayarkan dudaku di pelabuhan

subuh. aku merapat saat matahari terbit di matamu

perahuku terdampar di antara dua bukit tua

dulu sekali Nuh pernah singgah,

sebelum kota benar-benar lumpuh. kotaku tenggelam, kau

terpejam di antara halaman perahu. aku menunggumu, Cinta

ingin membawamu berperahu

pecahkan pulau-pulau

8 April 2008; 09.30 PM

Isbedy Stiawan ZS, lahir dan besar di Tanjungkarang (Lampung). Buku puisi terbarunya Laut Akhir (Januari 2007) dan Lelaki yang Membawa Matahari (Juli 2007). Ia bergiat di Dewan Kesenian Lampung sebagai Ketua I Bidang Teater dan Sastra. Pernah diundang pada Utan Kayu Literary Binnale Festival dan pada September 2007 diundang Ubud Writers and Readers Festival.

Tidak ada komentar: