13 Desember 2007

Puisi-Puisi Isbedy Stiawan Z.S.

Ingin Jadi Penyair

: wayan sunarta

maka laut kau biarkan bergelombang

dan menghanyutkanmu ke sejuta ingin:

aku ingin menetap di tanjungkarang

biar pun harus jauh dari karangasem

atau pantai sindhu yang pertamakali

menoreh kisah kita,

waktu itu malam larut

cuaca mulai berkabut

pohonpohon kuncup-gigil

aku dengan berbotol minuman

yang membuat pantai gemulai

sementara kau dengan berbatang

rokok telah merabunkan pandang

“kau seperti di dalam salju

tubuhmu gemulai, sebagaimana

penari dilapisi kain tipis. dan lampu

panggung mengurai tubuhmu

jadi serpihan di kamar tidur.”

aku ingin menetap di tanjungkarang,

selalu kau sampaikan di setiap

perjumpaan. “aku mau jadi

penyair lain di tanjungkarang,

setelah kubunuh

keinginan jadi pujangga,” bisikmu

tapi, di tanjungkarang atau karangasem

kau akan selalu diikuti katakata

ke mana kau singgah puisi

akan mengunjungimu

begitulah pengembara

petualang ke dalam katakata

pemabuk bagi puisi

Pendamba

yang setia pada waktu!

/2007

Shindu

aku coba jadi kursi

jadi meja

dan kau melepas

tatapan ke luas laut

dan aku menumpahkan

mabukku jadi lautan

dengan kesadaran

kapalkapal berlayar

di lautan berombak

aku mualim bagi diriku

ingin mengajakmu pesiar

menyinggahi bandarbandar

jika malam hilang

subuh pun datang

aku akan mencatatmu

tanpa lupa sukukata

dari namamu,

dan akan kupanggil lagi

entah di lain hari

sebagai kekasih

atau tak sebagai apaapa

(sebab penyair akan

selalu pergi dan datang

dengan cerita yang lain

setiap pertemuan)

lalu di benakku

kubangun anaktangga

dari sebelas sukukata

yang kupetik dari namamu

-kapalkapal pun pesiar

menuju bandarbandar-

/2006

Legenda Sepasang Kekasih

lalu di taman ini mereka

menjelma jadi sepasang kekasih

memetik buah itu sambil bercumbu

hingga terusir ke dalam hutan,

sabana, dan padang

ia pun mengulang…

akhirnya dikutuk berkelana

selama tahun-tahun berbilang

menuju taman-taman,

dari surga pulang ke surga

“lelaki...”

“perempuan...”

keduanya bersitatap;

“langit itu adalah payung.”

“tanah ini rumah dan kubur kita.”

Lelaki

Perempuan

di pucuk waktu

ia membisu

kau memeluk

“mungkin ini bukan

surga yang dulu ditinggalkan,” bisiknya

“ini pun bukan buah

yang membuat kita terusir,” lirihmu

di tanah tak berhutan dan berpantai

kisah sepasang kekasih yang berkelana

tanpa mengenal rumah atau kubur

ditulis berlembar-lembar

untuk melelapkanmu

dari iblis berujud ular

yang selalu menghasutmu

ditulis berlembar-lembar

sampai kau getir

meneruskan langkah

Lelaki mengutuk diri

Perempuan menyesali hari

Lampung 2007

Isbedy Stiawan ZS

Aku Titip Janji

purnama dan cahaya kota

telukbetung yang berbenah

kulukis kenangan untukmu

kurekam kisah kejatuhan ini

pengembara selalu

membangun tempat singgah

setiap mampir di kota kenangan

lalu pergi bersama sebaris puisi

pengembara datang

dengan sebukit kenangan

di waroeng diggers

yang katamu telukbetung

di bawah sana selalu bercahaya

aku titip janji

di setiap baris-baris puisi

/2007

Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang (Lampung) dan hingga kini menetap di kota itu. Menulis puisi, cerpen, puisi, dan esai di pelbagai media massa lokal dan Jakarta. Buku puisi terbarunya ialah Laut Akhir (April 2007) dan Lelaki yang Membawa Matahari (Juli 2007). Pada 25-30 September 2007 diundang ke Ubud Writers and Readers International Festival 2007.

Tidak ada komentar: