16 Juni 2010

Puisi-puisi Isbedy Stiawan ZS

DI JALAN

memandang ke jalan
angin amat lambam
dan waktu daki malam
kuyup rambutku
oleh kabut
atau gerimis
yang terus mengiris

apakah kau yang menggodaku
di seberang jalan
bermuka dandan?

"aku selalu di sini,
ada di tempat ini
sebelum kau datang
atau pamit pergi. jadi
siapa saja yang lalu
pandangku akan tertuju," ujarmu.

godamu....

07.06.2010







MENYIMPAN KENANGAN

sekali kautinggalkan tempat ini,
tiada menulis angka. kau pun
akan melesat jauh: dan entah di mana
kaukembali?

maka kau hanya sejenak menengok
ke belakang, lalu tujumu hanya Satu:
tempat yang dulu menyimpan
kenangan setiap orang
yang datang

kalau aku sampai, apakah pipih tubuhku
makin perih? setelah
mengumpulkan setiap
angka yang gugur,

kini tubuhku semakin berjamur!. kau pun
ini berlalu, melanjutkan
laku

6.610








SEKUNCUP BUNGA DI TAMAN KUPETIK PAGI INI
SETELAH KULIWATI PAGAR BERDURI

pagi ini saat kubangun dan membuka jendela kamarku,
bukan saja matahari dengan mata yang benderang
memandangku penuh senyum seperti ingin mengajakku
berdendang, tetapi sekuncup bunga di halaman samping rumahku
mengirimkan aromanya nan wangi
ke kamarku. daun-daunnya melambai:
aku segera mencapai
meski harus kuliwati pagae berduri di dekat jendela kamarku

biarkan tanganku yang luka ini sebagai tanda
betapa untuk memetikmu tidaklah mudah

seperti juga kaubalikkan halaman kalender, perlu waktu berhari-hari
mencecap panas dan musim hujan
mendaki dan menyigi lurah

maka ketika telah kupetik sekuncup bunga di halaman rumah
pagi ini, aku merasa ada kelopak yang harus
gugur:

apakah itu usiaku, apakah....

5 Juni 2010











JIKA KAUPERKENANKAN KUBALIKKAN JARUM JAM INI

menunggu waktu melipat kalender

jika kau perkenankan akan kukembalikan
jarum waktu berputar-balik
menyusun angka demi angka yang jatuh
lalu kutempel lagi di halaman pertama
almanak yang sudah menguning
karena berkali-kali dibanting

dan aku akan berada di bawah, selalu
memandangi puncak waktu
mengampu setiap angka yang jatuh

aku ingin menghentikan setiap
kausorong angka lima

berdiri agam di antara simpang
di mana kau selalu datang!

04.06.2010









SEUSAI HUJAN, DAN KAU TERNGIANG

bekas hujan masih terngiang di pucuk-pucuk daun, di setiap
langkah yang mengantarmu pergi dari sini menuju Sana
dan awan yang masih menahan beban hujan sudah
tak tahan, ingin menumpahkan lagi ke bumi yang kautunggu
meski kau sudah ingin menjauh atau lari ke balik lindung,
melepas burung-burung setelah kaupasang
mantera, terbang ke angkasa. ke tuju pusat kabut. bercumbu
dengan gumpalan air yang sebentar lagi akan luruh sebagai hujan

lalu bulu-bulu burung yang telah pula gugur sebagai kapas
dan hinggap di ranting-ranting, di pucuk daun,
atau di sekujur pohon. membuatmu teringat
pada malam kudus: ketika yesus memanggul kayu melangkah
dengan berat menggelilingi kota golgota: "tapi dia
bukan Isa! ke mana lelaki Nazaret itu kini, setelah disulap?"

aku menunggumu. di bekas hujan yang mungkin akan
tergenang pula langkahmu yang memanjang, tapi
bukan sebagai labirin. di tempatmu itu akan pula
kutulis setiap jalinan perjalananku: juga memanggul
beban--namun bukan bongkahan kayu berupa salib.
"akulah yang melangkah itu di bawah gerimis,
setelah hujan mengiris."

hari yang penuh luka. di bawah langit dan cuaca yang
sulit kauterka aku tetap berjalan. menuntunmu hingga
di depan gerbang Kota: memandang setiap tugu, setiap patung
yang selama ini tak akan memberi apa-apa, kecuali penat

dan matamu layu. sebab mata-mata patung dan diamnya tugu
sedingin tubuhmu oleh cuaca yang terkadang panas,
kadang pula berhujan....


sebelum dari 5 Juni 2010








TENTANG KEMATIAN

"apakah ada mati dengan indah?" seseorang mendaki
lantai 20 sebuah apartemen,
sedang lainnya ke lantai lima pasar modern:
"alangkah indahnya jika melayang dari tempat ini?” gumamnya,
sepertinya hanya desah atau berkhayal. tapi
ia benar-benar melayang. bukan bagai layang-layang
menuju angkasa, melainkan meluncur ke bawah:
"setiap yang berasal dari tanah akan kembali jadi humus lalu
melekat kembali," katamu, tepatnya cuma berkomat-kamit

"apakah ada yang indah untuk sebuah kematian
yang indah pula?" lalu kau mengukur keindahan dengan
keabadian. serasa tak terukur, bisikmu. tepatnya mulai ragu-ragu

bahwa di dunia ini tak ada kematian yang indah
tak ada kematian tanpa tangisan
atau sesal lalu dilupakan...

03.06.10











SUBUH YANG HANGAT

di subuh yang hangat, kalian datang menyerang
dengan senapan yang siap menyalak

lalu subuh itu pun berubah hujan
-- hujan airmata,
dan darah --

tapi kematian amatlah syahdu,
sangat dirindu saat perjalanan
menuju senyum-Mu

maka apalah arti kematian,
tanpa bertempur
sebab kami
tak dibekali senjata?

apakah orang-orang sedunia
lalu tak akan mengecam kalian:
mengutuk kebiadaban kalian?

lalu kami ditahan
barang-barang kami kalian rampas,
lantas pantaskah kami
menyebut kalian
perompak?

01.06.2010







KALIAN

jika kalian menyorongkan senapan ke muka kami,
sementara kami tak punya senjata
apakah kalain tetap dibenarkan?

jika kami tak punya senapan,
sementara peluru-peluru kalian sudah
lebih dulu menyalak
hingga 19 orang tewas
dan puluhan lain luka
di kapal yang juga tak berbekal senjata
apakah kami dilarang lagi untuk mengutuk?

di perjalanan dengan bendera perdamaian
masih pula kalian serang,
pantaskah kami memanggil kalian
orang?

orang-orang yang tahu kapan menyerang
orang-orang yang sadar
pada tanah yang bukan
lagi milik kelahiran

01 juni 2010: 00.39













SETELAH DIKUTUK

setelah dikutuk tak bertanahair
dan tak berumah di tanah kelahiran
kau pun merantau ke negeri-negeri lain
mengawini anak-anak bangsa
lalu beranak sebagai bangsa baru
di segala benua

kini kau kembali ke kampung
yang lenyap oleh kutukan
melahirkan negeri baru, mengibarkan bendera
yang kau jahit dan kau gambar
sepetak sepetak tanah kau kuasai
sejengkal demi sejengkal
kau gali air
kemudian rumah-rumah kembali tegak
istana ditegakkan
di padang karbala:
gaza bersungai darah

"di sini, dulu sekali, para orang tua kami
diusir. lalu berabad-abad
tanpa rumah
tanpa tanahair
tanpa bendera dan lagu.
tapi kami punya senjata,
punya tipudaya!" kata kau

lalu....

akhir Mei 2010










AHASVEROS

setelah tak lagi mengenal pintu,
aku pun mengembara dan tak lagi pulang:
tak ada rumah dalam ingatanku,
segala rumah sudah tergusur atau dibakar

kini bumi hanya padang sejauh mata memandang
kini bumi tak tumbuh rumah
hingga aku terus mengembara
dari satu benua ke lain benua
tapi setiap singgah, aku pun terusir:
dikutuk tanpa punya rumah
dan tanah air

sampai aku lelah
dan merampok sejengkal tanah
untuk singgah dan membangun rumah

: tapi sebagai ahasveros, setelah dikutuk tak berumah,
aku pun benar-benar
tak mengenal pintu...

31.05.2010









KUCARI JALAN SEPI

karena kelahiran hanya melontarkan tangis,
sudah berapa lama aku tak
mengalirkan airmata?

mungkin saatnya kini aku kembali ke sepi
seperti dulu- dulu lagi: sendiri menegakkan kaki.
selain ibu tiada, saat aku belajar menghitung langkah
sebab tak ada yang bisa menegakkan mataku
mengukir dunia, apakah sudah kulunasi saja
ada-kita?

lalu kucari jalan pulang, yang dulu menyimpan
sendiriku: aku ingin mencintaimu, sepi
bayang-bayang yang kemarin kutakuti

aku melangkah di jalan yang kucari itu, ke dalam diri aku pulang
menggali palung sepi dari berjuta-juta sendiri

2010












MENGGOSOK BATU

sebongkah batu bisa jadi kecil karena diserpihi
lalu digosok agar mengkilap dan cahayanya
memancar dari wajahmu: kedua kelopak matamu
seperti bungur
yang teduh

maka kuserpihi batu dalam hatimu, kugosok
hingga menguar cahaya itu
dan dari kedua matamu menyinar keteduhan

tapi sampai kini aku tak mampu
sebab kau demikian angel
dan menghunjam di dasar bumi!

30.05.10








HUJAN DAN KENANGAN-KENANGAN

1/
setiap hujan datang aku selalu terkenang tentangmu
saat kau berlari ke bawah pohon, dan gigil tubuhmu
hingga ke ranting: menetas sebagai buah


2/
pada hujan yang gugur mengguntur, aku terkenang pada gelombang
yang memburu tepian, menghanyutkan rumah jadi sampan
menuju kota dan kenangan-kenangan silam


3/
apakah guntur dan hujan gugur akan kembali membawa wajahmu
ke depanku, sebagai perahu yang menepi di pantai?


4/
sisakan hujan terakhir itu lalu akan kusimpan di telapak tanganku
kemudian kubawa untuk kujadikan halaman laut


5/
setetes sisa hujan kusimpan di kelopak mataku
dan akan kuguyur lagi begitu kau pergi


090610: 20.20













PERCAKAPAN MENJELANG FAJAR

IA sudah terlelap sejak beberapa jam lalu. meninggalkan obrolan yang kini
ikut pula mengabut
dan pesan pendek di telepon genggamnya yang belum terbaca, entah siapa
pengirimnya
namun tentulah seorang lelaki--si pengembara dan yang selalu mengaku
pejantan--pada
setiap perempuan yang ditemuinya. "aku don juan," kata lelaki itu suatu
ketika, atau
"aku kaisar yang memiliki banyak selir," ujarnya di lain kesempatan. ia terus
mengirim
pesan ke sejumlah telepon genggam sebagai salah nomor atau jemari yang tak
memiliki
mata. tapi kemudian, terus-terusan lelaki itu menembakkan untaian puitis
dalam pesan-pesan
pendeknya. --memanglah singkat, cuma setajam sembilu--

dan ia akan teriris meskti tidak meringis. sebab ia tahu benar cara
meninkmati untaian kata
manis dan meninabobo. "aku hafal benar cara tidur dalam buaian yang
didongengkan
seorang ibu. ninabobo yang selalu kurindu dari bibir ibu," katanya, lalu
membaca atau
persisnya menikmati setiap inci kata, sebagaimana ia sedang menghitung
berapa lekuk
yang ada di tubuh lelaki itu

dan kini lelaki itu jadi buah bibir. setiap perempuan mana tak akan mengingat
dan menginginkan
lelaki itu? dalam labirin yang pekat. dalam kisah-kisah yang disimpan di
benak warga. "kau pun
telah menonton lelaki itu bukan?"

dan para perempuan dalam pelukan, dalam kisah-kisah yang ditulis lelaki itu
salah satunya
adalah ia, yang kini terlelap dan tak ingin bertemu matahari
sepanjang waktu ia bersembunyi ke balik jam, lampu, dan langit yang
benderang
ataupun temaram

--alangkah sakit karena luka di bibir orang-orang--

lalu ia seperti ingin selalu terlelap. menjadikan siang sebagai malam, dan
kelam dia harap
tak berubah benderang!

10062010; 02,30

Tidak ada komentar: